oleh: Etis Rahman
A. Pengertian Pemikiran dangkal
Abdul Haris dalam Etika Hamka menjelaskan bahwa menurut Hamka, yang menghambat seseorang berbuat baik ada dua hal, yang diuraikan sebagai berikut:
“yang menghambat kita mengerjakan kebaikan ada dua perkara: pertama, halangan. Kedua, takshir (kelalaian). Halangan disebabkan sakit, lapar, miskin, dan seumpamanya. Adapun takshir adalah tersebab empat perkara. Pertama, lantaran tidak dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil, atau diantara yang baik dan yang buruk. Obatnya mudah saja, yaitu belajar. Kedua, sudah tahu, tapi tidak dibiasakan mengerjakan yang baik, sehingga dirasai bahwa mengerjakan yang jahat itu baik juga. Mengilangkannya tidak semudah yang pertama, berkehendak pada latihan. Ketiga telah disangka bahwa orang jahat itu baik, dan yang baik itu jahat. Karena telah terdidik dari kecil dalam perasaan yang demikian. Lebih sukar mengobatinya dari yang kedua. Ini harus mendapat pendidik atau guru yang sabar. Keempat, di dalam kejahilannya dan kerusakan didikan itu, hatinya busuk pula. Dia berpendapat bahwa mengerjakan kebaikan itulah yang utama, inipun lebih sukar memperbaikinya daripada yang ketiga.”²
Syekh Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil dalam bukunya Tidakkah Kalian berpikir? Menulis:
Pemikiran yang rendah adalah pemikiran yang mengekang pemiliknya pada perkara yang rendah dan remeh jauh dari perkara yang luhur, seperti pemikiran tentang kesenangan dunia, wanita dan sangat gemar memikirkannya, bahkan bagi orang yang memiliki pemikiran seperti itu bisa lebih dari itu hingga menggunakan nafsu syahwat yang diharamkan dan berbagai siasat untuk meraihnya.³
Menurut M. Taufik, Pemikiran dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Pemikiran dangkal (al fikru al sathhy) yaitu melihat sesuatu kemudian menilainya tanpa adanya pemahaman.
2) Pemikiran mendalam (al fikru al ‘amiq) yaitu melihat sesuatu kemudian memahaminya, setelah itu baru menilai.
3) Pemikiran cemerlang (al fikru al mustanir) yaitu melihat sesuatu, lalu memahaminya dan memahami segala hal yang terkait dengannya, kemudian baru menilai.4
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dangkal pikiran adalah berpikir terbatas pada bentuk lahir suatu peristiwa tanpa mau menyelami kedalamannya dan makna-makna yang dikandungnya untuk memunculkan solusi yang benar dan bervisi jauh ke depan dalam berinteraksi dengannya. Ia sama dengan kegagalan mencapai pemikiran obyektif, atau pemikiran sebenarnya, atau mendekati sebenarnya mengenai suatu peristiwa di dunia sekeliling kita, baik pada taraf pribadi seperti manejemen suami mengatasi masalah keluarga atau direktur mengatasi manjemennya, sampai pada taraf yang lebih umum, berbagai fitnah yang terjadi antarsuku, agama, madzhab, atau kelompok manusia yang mempunyai aqidah beraneka macam. Pemikiran dangkal adalah melihat dari satu arah dan biasanya, lebih pendek dan lebih mudah.
Namun bila kita hidup di dunia yang penuh kedustaan, trik, kilah, dan penampakan tanpa berwujud; dunia penuh tendensi tersembunyi, maka bagaimana seseorang bisa nyaman dan rela menjadi orang yang berpemikiran dangkal?. Kegagalan pendidikan dalam berinteraksi dengan masalah ini bisa menjadi pembenar yang cukup untuk menjadikan seseorang cenderung berpikiran dangkal, dan menganggap segalanya tanpa harus dipikirkan dengan bijaksana.
B. Ciri-ciri orang berpemikiran dangkal
Ciri-ciri yang membedakan orang yang berpemikiran dangkal adalah banyak waktu kosong atau tidak adanya aktivitas yang beragam atau orang yang hanya menjalankan siklus makan, minum, dan kerja, perhatiannya hanya pada hal-hal kecil, tidak mampu diam mendengarkan orang lain berbicara di samping banyak memotong pembicaraan dan sibuk membela diri (dan dalam banyak kondisi pembelaannya terkesan agresif), dan tidak mampu menerima perbedaan pendapat.
Gaya membela diri antara satu orang dan lainnya jelas berbeda-beda. Namun mayoritas orang yang mengidap penyakit dangkal pikiran cenderung membela diri dengan cara merendahkan, meremehkan, menghina, membodoh-bodohkan atau mencela lawan bicara dan keluar dari konteks masalah yang didiskusikan kepada menyakiti lawan bicara.
Perdebatan yang dilakukan karena dangkalnya pemikiran disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya:
1) Membanggakan diri, kesombongan dan kecongkakan
2) Permusuhan dengan orang lain
3) Kesombongan dan kecongkakan yang bersemayam dihati manusia5
C. Sebab-sebab alam pikiran yang dangkal
a. Sifat-sifat insihabiyah (menarik diri)
1) Sedikitnya sumber bacaan dan ilmu pengetahuan
Ini sebab terpenting yang berpengaruh negatif terhadap masyarakat dari banyak sisi. Di antaranya, mengakibatkan kepada kedangkalan pikiran. Karena kedalaman pikiran akan melahirkan ilmu pengetahuan, memahami pola pikir, berbagai sisi pandang dan kajian dalam banyak bidang yang beraneka ragam dari kehidupan. Yang ini akan mengingatkan akal akan adanya sisi-sisi pandang lain yang mungkin diambil orang untuk menyelesaikan satu persoalan.
2) Malas
Malas berpikir tidak bisa dipisahkan dari malas bekerja dan malas membantu orang lain. Malas dari segala sesuatu sifat yang membuat pemiliknya maunya selalu enak-enakan. Maunya duduk-duduk tidak berbuat apa-apa. Sifat ini sebab paling mendasar bagi orang yang berpemikiran dangkal.
3) Takut
Allah berfirman dalam Alquran:
“Dialah yang telah mengeluarkan orang-orang kafir itu, dari ahli-kitab dari kampung halaman mereka pada permulaan pengusiran. Tidakkah kamu menyangka bahwa mereka akan keluar dan mereka pun menyangka bahwa pertahanan mereka dari Allah adalah benteng mereka. Maka Allah pun mendatangi mereka dari arah yang tidak mereka sangka; dan Allah pun melemparkan ketakutan ke dalam hati mereka. Mereka robohkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan dengan tangan orang-orang yang beriman; maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang mempunyai pandangan”.
Takut bukan hanya kita rasakan ketika melihat sesuatu yang menakutkan. Tetapi terkadang rasa takut bersembunyi dalam jiwa. Sehingga membuatnya lumpuh dari berpikir karena khawatir dari akibat. Hal itu untuk mengokohkan sikap-sikap lama dalam mati rasa yang membuat orang takut terulang tanpa sadar. Sehingga menghalangi dirinya secara otomatis dari keluar ke medan pemikiran dan khayalan yang amat luas karena takut dari sesuatu yang diketahuinya dan tidak mampu ia hadapi kecuali dengan keinginan kuat atau campur tangan kedokteran.
4) Bertumpu/mengandalkan orang lain
Saling menanggung, terikat, memberikan bantuan, dan menerimanya bukanlah aib bahkan itu dianjurkan agama kita. Adapun sikap bertumpu pada orang lain dalam segala sesuatu, sampai dalam berpikir, akan membuat akal benar-benar tidak berfungsi sehingga tidak bisa berpikir dengan baik. Ia ingin ada orang yang mengelurkan akalnya dari kepalanya untuk diisi dengan pemikiran-pemikirannya. Ia tidak akan menolaknya sama sekali. Masalahnya bukan dalam hal menolak tetapi dalam hal mengikuti orang lain dan ia merasa cukup duduk bersanta-santai. Ia tinggal membuka kepalanya bagi siapa saja yang pertama kali sampai kepadanya untuk memberinya masukan pemikiran.
5) Frustasi
Seringkali orang memulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan menempuh jalan yang benar. Namun tiba-tiba terjadi benturan yang menyeretnya ke dasar dan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Dalam pandangan saya, perasaan frustasi, seolah-olah Anda mengikatkan sebuah batu yang sangat berat pada seseorang dan Anda lemparkan ke dasar laut. Inilah usaha keras yang dibutuhkan orang yang sedang frustasi supaya terlepas dari frustasinya dan berpikir dengan baik dan memotong tali yang mengikatnya dengan batu berat tersebut. Yang melakukannya adalah perasaan bersemangat. Perasaan ini mulai ketika manusia mempunyai tujuan yang disukainya dan ditunggu-tunggunya dan masih dalam jangkauannya. Ketika ada tujuan yang hendak diraih lahirlah berbagai ide dan pemikiran. Orang akan bersemangat meraihnya. Dan perasaan frustasi mulai menyusut di hadapan tujuan besar sampai hilang.
6) Hilangnya konsentrasi
Apabila Anda kehilangan konsentrasi maka Anda tidak akan bisa berpikir selama-lamanya. Kondisi ini baru akan diketahui ketika ditanya tentang sesuatu. Ketika Anda menanyakan masalah yang sedang dihadapinya, namun karena ia tidak konsentrasi dengan Anda dan pertanyaan Anda, ia akan mengatakan apa saja yang bisa memalingkan Anda dari pertanyaan tersebut. Adapun apabila Anda menanyakannya pada orang lain akan Anda mendapatinya berusaha menjawabnya dan mencari solusiya dan mendorong Anda untuk menemukan sesuatu yang sesuai dengan Anda sekalipun tidak mengetahuinya. Dan bisa jadi mendiskusikannya dengannya akan membantu Anda menemukan solusi sendirian. Ini berkaitan dengan konsentrasi/perhatian. Namun coba bayangkan ada orang yang kehilangan konsentrasinya dengan segala sesuatu kecuali dirinya sendiri, nalurinya, atau ambisi-ambisinya, apa yang akan Anda petik darinya?
b. Sifat-sifat Agresif (‘Udwaniyah)
1) Ta’ashub (fanatik)
Ta’ashub membuat seluruh dunia seolah-olah tiada. Yang ada di akal Anda hanya pendapat yang ia fanatiki. Oleh karena itu sifat ini membuat proses berpikir normal tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bisa jadi faktanya sangat jelas bagi mayoritas orang dan sangat logis, namun orang yang fanatik tetap tidak mampu membebaskan dirinya dari cara pandangnya yang sangat sempit. Cara pandang yang ia gunakan untuk melihat segala sesuatu dengan tujuan supaya dirinya terletak di luar bingkai dan melihat segala perbuatannya dengan pandangan netral sehingga ia melihatnya dengan sebenarnya. Ta’ashub tertolak dalam banyak hal. Bukankan mereka mengatakan cinta itu buta, bermadzhab itu bentuk fanatik, mendukung secara membabi buta kepada satu klub olah raga juga demikian. Sampai dalam masalah ilmu, Anda tidak akan bisa menjadi seorang ulama terhormat seandainya Anda fanatik terhadap pendapat tertentu dan Anda melalaikan bahwa fakta sebenarnya menyelisihi pendapat yang Anda pegang kuat-kuat. Dalam masalah peradilan, seandainya seorang qadhi (hakim) fanatik karena si tertuduh tidak manarik hatinya maka ia akan mengabaikan bukti apapun yang bisa membebaskan si tertuduh dari tuduhan terhadap dirinya, bisa jadi ia akan memvonisnya dengan vonis zalim. Dalam kehidupan, terkadang kami menemui beberapa orang yang Anda tuduh dengan tuduhan tertentu tanpa bukti disebabkan “katanya, katanya” sehingga Anda akan menyakiti orang lain tanpa alasan yang benar.
2) Tamak terhadap apa yang diinginkannya
Ketika Anda punya ambisi besar maka kerakusan Anda akan menonaktifkan akal Anda dan Anda akan mencari apa yang Anda inginkan dengan segala cara sampai ketika Anda mendapatkannya Anda menikmati apa yang Anda inginkan tanpa bisa Anda rencanakan dengan benar dan untuk jangka panjang. Ada orang yang menginginkan harta benda dan menginginkan hidup enak dan menyenangkan. Namun, ia tidak mencarinya dari sumber-sumbernya yang syar'i. Dengan begitu, maka ia sama dengan telah menyia-nyiakan hajatnya sampai seandainya ia mampu melepaskan diri dari kebutuhannya tersebut dalam beberapa hari. Karena Allah Dzat Pemberi rizki yang memiliki rizki dan memberikannya. Tidak masuk logika apabila Anda bermaksiat kepada-Nya untuk mendapatkan apa yang tidak akan pernah Anda dapatkan kecuali dari-Nya. Tindakan yang logis adalah Anda menaati-Nya dalam segala hal sekalipun Anda menganggap bahwa taat kepada-Nya bertentangan dengan kepentingan Anda. Anda taat kepada-Nya dengan menghindari harta haram atau Anda berbisnis dengan cara yang Allah ridahi dan membisniskan apa yang Allah ridhai. Ridha Allah bukan hanya dengan pergi haji dengan harta Allah yang diketahui asalnya dari mana. Tetapi, ibadah kepada Allah yang membuat-Nya ridha adalah Anda hidup di setiap waktu dengan menjalankan syariat-syariat-Nya, hidup selalu di atas ketaatan dan kecintaan kepada-Nya, bekerja dengan profesional, memberikan hak kepada yang berhak mendapatkannya, amar ma’ruf nahi mungkar, membantu orang lemah, menghilangkan kezaliman, dan lain sebagainya. Dengan itu semua Allah akan memberi Anda pahala di dunia dan akhirat.
3) Sombong dan tertipu
Sifat ini menjadikan orang hanya memperhatikan dirinya sendiri saja. Sampai ia melihat orang lain kecil dan remeh dibanding dirinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sombong adalah menolak kebenaran dan menermehkan orang lain.” Oleh karena itu sombong membuat Anda menjadi orang yang berpikiran dangkal. Tidak bisa menerima pendapat orang lain sekalipun mereka mengatakan kebenaran. Karena Anda melihat diri Anda lebih besar darinya.
Sumber:
Abdul Haris, 2010. Etika Hamka. PT LkiS Printing Cemerlang Yogyakarta
Ahmad ‘Abduh ‘Iwad, 2006. Mutiara Hadis Qudsi. PT. Mizan Pustaka Bandung
Imam Al-Ghazali, 2008. Menguak Rahasia Qolbu. Nansa aulia. Bandung
Imam hafid Syamsudin, 1994. Dosa-dosa besar. PT Bungkul Indah. Surabaya
Said Bin ali Al-Qathani, 2005 Ya Rabbi... Selamatkan Lisanku. Aqwam. Solo
Syekh Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil, 2008. Tidakkah kalian berpikir?. Cakrawala Publishing. Jakarta
Syaikh Ahmad farid, 2008. Kenali siksa Hindari Dosa. Aqwam Solo
Yusuf Qardawi, 2008. Kitab Petunjuk Tobat. PT. Mizan Pustaka Bandung
Internet:
http://mtaufiknt.wordpress.com/2010/11/14/macam-macam-pemikiran
http://mimbar-tajdid.blogspot.com/2010/10/dangkal-pikiran-as-sath-hiyyah.html
http://profesorpram.wordpress.com/2009/03/01/%E2%80%9C-kejahatan-korupsi-di-indonesia